TABANAN, Kilasbali.com – Komisi I DPRD Tabanan kembali melakukan peninjauan ke perangkat-perangkat daerah penyelenggara pelayanan publik pada Rabu (11/12).
Kali ini yang menjadi objeknya adalah Badan Rumah Sakit Umum (BRSUD) Tabanan dan Rumah Sakit (RS) Nyitdah di Kecamatan Kediri.
Khusus di RS Singasana, Komisi I DPRD Tabanan menampung sejumlah persoalan yang berkaitan dengan kelancaran pelayanan.
Terlebih, RS Singasana yang saat ini masih berstatus tipe C baru optimal beroperasi sekitar dua tahun terakhir ini.
Beberapa persoalan yang menjadi catatan komisi yang membidangi urusan pelayanan publik ini antara lain soal kekurangan dokter spesialis.
“Kekurangan dokter spesialis. Itu mempengaruhi pelaksanaan pelayanan di sini,” ungkap Ketua Komisi I DPRD Tabanan I Gusti Nyoman Omardani usai kunjungan.
Di samping itu, pihaknya juga mendapatkan pemaparan yang berkaitan dengan kelengkapan sarana prasarana penunjang. “Ini mungkin disebabkan (faktor) anggaran),” imbuhnya.
Urusan kelengkapan sarana prasarana penunjang ini, menurutnya, juga sama dialami BRSUD Tabanan. “(Mungkin) kemampuan BLUD itu untuk menyiapkan itu yang masih kurang,” jelasnya.
Terhadap persoalan sarana prasarana ini, Omardani menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk masalah anggaran penyediaannya.
“Tadi juga kami sudah diberikan masukan secara langsung. Misalnya fasilitas jalan yang relatif sempit. Ini juga mempengaruhi (kelancaran pelayanan),” imbuhnya.
Demikian halnya dengan keberadaan gedung RS Singasana yang masih sepi dengan sumber daya manusia (SDM). “Gedung ada, tapi kalau SDM-nya tidak ada, itu juga mubazir,” tukasnya.
Karena itu, sambungnya, perlu diintegrasikan antara sarana prasarana yang sudah ada dengan kemampuan untuk menyediakan SDM.
Sementara itu, Direktur RS Singasana dr I Wayan Doddy Setiawan tidak memungkiri kebutuhan SDM masih menjadi perhatian pihaknya. Terutama keberadaan dokter spesialis.
“Kebutuhan dokter spesialis sudah hampir terpenuhi. Hanya saja mungkin jumlahnya belum mencukupi. Idealnya ada dua dokter (spesialis), namun baru terisi satu,” jelasnya.
Selain itu, beberapa dokter spesialis tertentu juga memang belum ada seperti rehabilitasi medik, patologi anatomi, dan beberapa spesialisasi tertentu.
“Kami masih koordinasi dengan BKSDM. Mungkin kalau ada rekrutmen CPNS agar (kebutuhan dokter spesialis itu) bisa dimasukkan ke sana,” ungkapnya.
Ia juga tidak memungkiri, untuk memenuhi ketersediaan dokter spesialis bisa dilakukan melalui mekanisme kontrak.
“Tapi kami belum buka. Karena kami juga harus menyiapkan sarana prasarananya juga. Kalau alkes (alat kesehatan) sudah ada, baru kami lakukan rekrutmen (kontrak),” pungkasnya. (c/kb).