BulelengPeristiwa

Cerita Pilu Keluarga Kakak Adik Bundir Terjun dari Jembatan Tukad Bangkung

    SINGARAJA, Kilasbali.com – Suasana duka menyelimuti rumah duka korban bunuh diri Ketut Sutama (23) dan Putu Yasa Saridana (5,5).

    Kedua kakak-beradik itu nekat mengakhiri hidupnya dengan cara tragis, keduanya lompat dari atas ketinggian puluhan meter di jembatan Tukad Bangkung, Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung-Bali, pada Minggu (26/5).

    I Made Artana selaku Kepala Dusun (Kadus) Banjar Rendetin, Desa Bontihing mengaku terkejut mendengar kabar bunuh diri tersebut. Ia pun awalnya tak percaya jika almarhum nekat bundir (bunuh diri) dengan cara tragis lompat dari atas jembatan Tukad Bangkung. Namun, setelah melihat identitas berupa SIM C, Kadus Artana akhirnya percaya jika korban bundir merupakan warganya.

    “Kabar bundir kami terima Minggu sore, sekitar pukul 18.10 WITA. Namun informasi disana (Plaga) kejadian bundir terjadi sekitar pukul 16.00 sore. Kami langsung urus pemulangan jenazah Sutama dan adiknya di Puskesmas Petang II,” terang Kadus Artana.

    Baca Juga:  Warisan Leluhur Bali Lebih Kuat karena Perjuangan Wayan Koster, Yowana Sebut Prestasi Terbaik Pak Yan

    Masih kata dia, setiba di Desa Bontihing jenazah Ketut Sutama dan adiknya Putu Yasa langsung dikubur di setra Desa Adat Bontihing pada Minggu (26/5) malam. Keduanya merupakan anak yatim piatu pasangan almarhum Nyoman Sukarta dan Made Anggarini yang meninggal dunia lantaran sakit.

    “Keluarga almarhum Sutama merupakan keluarga penerima bantuan lengkap dari pemerintah karena salah satu keluarga kurang mampu di Banjar Rendetin. Kesehariannya, Sutama bekerja montir sepeda motor untuk menghidupi adiknya Putu Yasa. Selain adiknya, Sutama memiliki dua saudara perempuan, satunya sudah menikah dan satunya lagi kerja di Denpasar,” terang Kadus Artana.

    Almarhum Sutama sebut Kadus Artana, dikenal memiliki karakter pendiam.

    Baca Juga:  Seorang Lansia di Belumbang Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi

    “Almarhum Sutama irit bicara, bahkan jarang keluar rumah. Jika keluar rumah, saat libur kerja adiknya memang selalu diajak. Jika permasalah dengan keluarga, kami pastikan tidak ada,” jelasnya.

    Kepedihan dan kehilangan sangat dirasakan pasangan suami istri (pasutri) Gede Arnawa (63) dan Ketut Siari selaku paman dan bibi almarhum Sutama. Pasutri inilah yang merawat Sutama serta adiknya, sepeninggal kedua orangtuanya.

    Arnawa menceritakan, semalam sebelum kejadian, Sutama sempat ke rumahnya meminjam selimut. Setelah makan, Sutama pamit balik bersama adiknya ke rumahnya.

    Baca Juga:  Sebuah Toko di Penebel Kebakaran Hingga Rugi Rp 1 Miliar

    “Kebetulan rumah agak berjauhan, Sutama tinggal diatas bersama adiknya Putu Yasa. Jarak rumah kami sekitar 400 meter. Soal makan sehari-hari, jika Sutama tidak masak, makan bersama kami,” kata Arnawa terbata menahan tangis.

    Sejatinya, tiga hari sebelum kejadian itu, Siari sempat mimpi buruk. Dalam mimpinya itu, Siari diterjang air bah sebelum akhirnya tenggelam.

    “Mimpi itu saya anggap bunga tidur, belum sempat disampaikan kepada siapapun, rasanya belum percaya Sutama dan adiknya pergi secepat ini,” singkatnya. (m/kb)

    Back to top button

    Berita ini dilindungi