TABANAN, Kilasbali.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Tabanan berinisiatif membentuk peraturan daerah (perda) tentang lahan pangan berkelanjutan.
Peraturan ini untuk untuk menunjang program pemerintah dalam usaha menjaga ketahanan pangan secara berkelanjutan.
Selain itu, peraturan ini juga sebagai penjabaran dari penerapan kebijakan lahan sawah yang dilindungi atau LSD.
Sebab dengan ditetapkannya LSD, masyarakat pemilik lahan persawahan yang masuk kawasan praktis tidak bisa menikmati nilai ekonomis dari lahannya sendiri di luar sektor pertanian.
“Ini yang dlirik dewan. Bagaimana bisa memberikan keadilan pada masyarakat,” jelas Sekretaris Komisi I DPRD Tabanan I Gusti Nyoman Omardani, Selasa (5/3).
Nantinya, dalam aturan itu akan memuat kebijakan yang mengarah pada kompensasi atas penerapan kawasan LSD.
“Apakah dalam bentuk subsidi atau keringanan dan lainnya. Itu yang nantinya dibahas lebih lanjut di gedung dewan,” sebutnya.
Menurutnya, draf rancangan perda atau perda tersebut diperkirakan mulai masuk ke DPRD Tabanan sekitar April 2024 mendatang.
Usai tersebut, pihaknya juga harus menyiapkan naskah akademis dari perguruan tinggi yang ditunjuk.
“Kami menargetkan pembahasannya selesai pada 2024,” ujar Omardani yang juga Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Tabanan ini.
Sekadar mengingat, Tabanan telah menetapkan Perda RTRW setelah sekian tahun berproses.
Alotnya proses pembahasan perda tersebut salah satu di antaranya berkaitan dengan penetapan luas LSD.
Ada perbedaan data antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang dengan Pemkab Tabanan mengenai luas LSD.
Data dari kementerian menyebut LSD di Tabanan seluas 19.100 hektare yang mengacu pada peta yang diperoleh dari citra satelit.
Data kementerian tersebut mencakup lahan-lahan sawah yang telah dimiliki investor namun belum digarap.
Sedangkan versi data Pemkab Tabanan menyebut luas LSD mencapai 16.100 hektare dengan menyisihkan lahan-lahan sawah yang telah dimiliki oleh investor.
Pada akhirnya, Perda RTRW Tabanan disahkan dengan luas LSD menjadi 17.400 hektare.
“Kementrian melakukan pendataan lewat foto satelit. Banyak kawasan yang sebenarnya sudah dibeli investor hanya saja belum dibangun,” beber Omardani. (c/kb)