GIANYAR, Kilasbali.com – Keluarnya Perbup Nomor : 2 Tahun 2024 yang menaikkan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP), memang patut diapresiasi. Namun sayang kenaikan tunjangan ini hanya berlaku untuk kalangan pejabat Pemkab Gianyar.
Sementara para pegawai bawahan hanya bisa gigit jari lantaran tunjangannya justru diturunkan. Halĺ ini dirasa sangat tidak berkeadilan ini.
Kondisi ini disayangkan oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gianyar Ida Bagus Gaga Adi Saputra. Saat ditemui awak media, Senin (26/2), dengan nada memaksa, dirinya tetap mengapresiasi kebijakan Pemkab Gianyar lewat Perbup Nomor : 2 Tahun 2024 yang menaikkan TPP (tunjangan perbaikan penghasilan) untuk para pejabat di lingkungan Pemkab. Namun disayangkan Pemkab malah menurunkan TPP untuk kalangan pegawai bawahan.
‘’Saya banyak sekali dapat laporan tentang TPP ini. Ini benar-benar ironis, sama sekali tidak memihak pegawai bawahan,’’ ujar wakil rakyat yang akrab disapa Gus Gaga.
Mantan Sekda Gianyar yang memastikan tetap bertahan di DPRD Gianyar dari Hasil Pemilu 2024 ini, menyayangkan kebijakan eksekutif dalam menyusun skema dan kriteria untuk peningkatan penghasilan serangkaian peningkatan kinerja. Kenyataannya kebijakan ini sangat tak berpihak terhadap pegawai bawahan.
‘’Dengan kebijakan ini, sepertinya hanya pejabat yang dibutuhkan berkinerja baik dan berkualitas. Terus, bagaimana dengan para staf,’’ tanyanya.
Ditekankan, dirinya akan mengapresiasi setiap kebijakan peningkatan penghasilan pegawai. Karena memang dari aspek pendapatan daerah, Gianyar memungkinkan untuk menaikkan penghasilan pegawai dengan mempertimbangkan rasio antara kebutuhan, beban kerja, dan sebagainya.
Hanya saja, sangat tak elok ada jika terus terjadi kesenjangan pendapatan antara pejabat dengan bawahan, staf di instansi ’basah’ dengan yang lain. Sebab yang namanya kesenjangan pastilah tidak baik hingga akan berdampak buruk pada kinerja organisasi.
Gus Gaga memaklumi, kalangan pegawai tidak berani mengeluh atas kebijakan ini. ‘’Tapi seyogyanya para pejabat pembuat kebijakan ini, punya hati untuk berempati terhadap bawahan. Jangan dong begini caranya, kasihan mereka,’’ tegasnya.
Diakuinya, perbedaan besaran TPP antara atasan dan bawahan wajar terjadi, tapi setidaknya jangan terlalu jomplang. Dia mengingatkan kepada para pembuat kebijakan agar sekali – sekali bergaul dan menyelami hingga tahu suara hati bawahan.
Setahunya, sudah menjadi rahasia umum kebanyakan dari mereka telah menggadaikan SK-nya di bank, koperasi, bahkan LPD. Dalam kondisi seperti itu, mereka sangat berharap punya pimpinan yang baik hati dan welas asih dengan kondisi pegawai bawahan.
‘’Coba rasakan bagaimana jadi bawahan. Saya tahu itu karena saya dulu merintis karir mulai dari pegawai harian di Kantor Gubernur Bali hingga menjadi Sekda. Makanya, saya sangat tidak bisa mentoleransi jika ada pimpinan instansi yang abai akan kesejahteraan bawahannya,’’ ujarnya.
Menghindari ketimpangan ini, kedepannya pengambil kebijakan mempertimbangkan kembali besaran TPP khususnya bagi kalangan pegawai bawahan.
“Jangan yang di atas makmur, namun yang di bawah hanya jadi penonton kemakmuran atasan. Tidak terkecuali, para Guru Tidak Tetap (GTT) yang eksis di tengah kekurangan guru, hingga peran mereka tidak bisa disepelekan. Mereka hanya menerima gaji berstandar upah buruh. Kami akan pertanyakan kebijakan ini ke eksekutif dalam rapat di DPRD Gianyar. Ini sangat tidak adil,’’ sesalnya. (ina/kb)