TABANAN, kilasbali.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan menetapkan dua orang tersangka dalam kasus korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Mundeh pada Jumat (12/1).
Kedua tersangka tersebut antara lain berinisial INM dan IGS. Keduanya memiliki kapasitas sebagai pengawas LPD sekaligus peminjam serta Ketua LPD.
“Masing-masing selaku peminjam sekaligus pengawas LPD dan satunya lagi sebagai Ketua LPD,” jelas Kepala Seksi Pidana Khusus atau Kasi Pidsus Kejari Tabanan, I Nengah Ardika.
Ia menjelaskan, korupsi di tubuh LPD Mundeh ini terjadi sepanjang 2018-2020. Dalam kasus ini, INM selaku pengawas LPD melakukan pinjaman fiktif. Satu pinjaman atas namanya sendiri dan satunya lagi menggunakan inisial PK.
Nilai pinjaman yang diajukan INM tersebut menyimpang dari BMPK atau Batas Maksimum Pemberian Kredit. Selain itu, surat jaminan yang dipakai sebagai agunan juga tidak jelas dan tidak diserahkan kepada LPD.
“Ada pemalsuan dokumen, pencatatan keuangan yang tidak sesuai, kemudian menggunakan nama yang tidak sesuai dengan KTP sebanyak tujuh perjanjian dengan nilai sebesar Rp 3,2 miliar,” jelasnya.
Menariknya lagi, kasus ini berkaitan dengan korupsi yang terjadi di tubuh Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) Swadana Harta Lestari, Kecamatan Kediri. Karena uang tersebut dipakai untuk pengelolaan DAPM Swadana Harta Lestari.
Perbuatan INM tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 927 juta lebih. Selain itu, terdapat dua pinjaman yang masih berstatus diragukan yang nilainya mencapai Rp 846,6 juta lebih. “Sehingga total kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,7 juta,” sebut Ardika.
Terhadap kerugian tersebut, pihak Kejari Tabanan telah melakukan penyitaan yang nilainya mencapai Rp 31 juta. Penyitaan tersebut juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi LPD Mundeh yang sejauh ini masih sehat dan berjalan efektif. Sehingga nilai penyitaan relatif kecil untuk menghindari terganggunya operasional LPD.
Terkait perbuatan kedua tersangka tersebut, penyidik Kejari Tabanan menerapkan ketentuan pidana Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 64 ayat (1) KUHP junsto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun minimal satu tahun dengan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” tukas Ardika. (c/kb)