DenpasarNews UpdateSeni Budaya

Suasana Khidmat, Religius, Hingga Sedih Grapan Seniman Darmasaba di Panggung Ardha Candra

    DENPASAR, Kilasbali.com – Suasana khidmat, religius, sedih, dan kekinian melalui sentuhan vocal disandingkan dalam komposisi garapan karawitan dan koreografi yang harmonis mampu dibangun Sekaa Gong Kebyar Banjar Bersih, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung saat tampil dalam Parade Gong Kebyar Duta Kabupaten Badung di Ardha Candra Taman Budaya Bali, Kamis (29/6/2023) malam.

    Mewakili Gong kebyar Dewasa, malam itu, Sekaa Banjar Bersih, Darmasaba tampil bersama Gong Kebyar Anak-anak Desa Pangsan,Petang dan Sekaa Gong Kebyar Wanita Pancer Langit, Desa Kapal, Mengwi Badung disaksikan ribuan penonton yang memadati area Taman Budaya.

    Salah satu garapan unggulan yang disajikan sekaa dibawah asuhan I Wayan Muliyadi, S.Sn., M.Sn,( penata tabuh) dan Penata tari Ida Bagus Yodhie Harischandra, S.Sn, adalah garapan tari kreasi berjudul ‘Jaladhi Sidhi’.

    Garapan ‘Jaladhi’ yang mempunyai arti lautan atau samudra, sedangkan ‘Sidhi’ yaitu multifungsi atau serbaguna untuk menunjang semua komponen kehidupan. Penyebutan We, Gangga, Sarayu, Jaladi, tasik semua itu adalah bentangan air yang dalam bahasa sansekerta disebut dengan var, yang bergerak menjadi varuna.

    Baca Juga:  Hasil Survei, Koster-Giri Unggul Telak dengan Elektabilitas 70,4%

    Berbicara varuna adalah Dewa penguasa air laut yang memiliki karakteristik Ardha Nreswari. dalam bentangan aktivitasNYA, yaitu sumber wabah dan sekaligus pelebur wabah.

    Konseptual garapan inilah yang penata temukan di Pantai Batu Bolong. Terjadinya pertemuan dua komponen air asin dan tawar menjadi satu di tengah laut, yang menjadi sumber pembersih segala bentuk kekotoran dan menjadi sumber obat dari segala wabah penyakit, serta penyucian roh untuk alam nirwana. Dalam fungsinya itu air disebut dengan Jaladhi Sidhi.

    Penata tari Yodhie mengungkapkan karya ini tercipta dari kehidupan pesisir, dalam tata gerak mengacu pada ciri khas dirinya menggunakan pola lantai yang berkesinambungan terhadap gerak.” Secara singkat karya saya berpijak dari salah satu kebiasaan masyarakat Desa Batu Bolong, disana ada prosesi mendak tirta, lantas kita visualisasikan proses mendak tirta pada fungsi air laut, fungsinya sebagai penetralisir,” ungkapnya.

    Baca Juga:  Mulyadi-Ardika Janji Perkuat Sinergi Banjar Dinas dan Adat untuk Rawat Kerukunan Antarwarga

    Sementara terkait Kostum pihaknya berpijak pada kostum kebaya, ia mempertahankan dasar brokat. “Kita ketahui saat ibu-ibu pergi ke Pura menggunakan kebayak (wanita). Kostum bercorak biru yang menggambarkan tema Segara Kerthi, kostum putih-putih menandakan proses mendak tirta,” bebernya.

    Berdurasi 12 menit, pesan dari garapan ini adalah agar masyarakat umum mengetahui Pura Batu Bolong Kerobokan, disana ada pertemuan antara air tawar dan air laut yang memiliki fungsi sebagai pelebur, ibarat air suci sangat sakti.

    Sedangkan Wayan Muliyadi selaku konseptor karawitan terkait iringan yang dirancangnya menciptakan suasana khidmat , religius, sedih. “ Nuansa kekinian melalui sentuhan vocal membayangkan suasana di Batu Bolong , bagaimana membayangkan wabah atau penyakit yang terjadi di Batu Bolong, sampai terjadinya batu terbelah, nah inilah goalnya, disini ada perpaduan air tawar dan air asin. Perpaduan ini yang ingin saya tunjukan nuansa yang dihadirkan antara karawitan instrumen dan vocal dengan porsi vocal tidak ada yang saling mendoninasi,” pungkasnya.

    Back to top button

    Berita ini dilindungi