GIANYAR, Kilasbali.com – Di masa tahapan pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan pendaftaran calon legislatif, data palsu berpotensi menjadi embrio konflik pemilu. Meminimalisir itu, Bawaslu menekankan jika pemalsu data akan dihadapkan pada sanksi yang tegas.
Ketua Bawaslu Gianyar, I Wayan Hartawan menegaskan, pelanggaran pemilu dalam pileg 2024 menjadi atensi jajarannya. Hal ini untuk meminimalisir konflik masyarakat arus bawah.
Diakuinya, menjelang pileg 2024 ini pihaknya telah banyak menerima pengaduan atau informasi mengenai pelanggaran pemilu oleh masyarakat.
Namun pihaknya belum bisa menindak lanjuti karena tidak ada laporan resmi. Serta saat ini pun belum mulai proses kampanye. “Kami tidak bisa menindaklanjuti sebatas informasi yang kami lihat,” ujarnya.
Karena tahapan sekarang baru pada tahapan pemutakhiran daftar pemilih yang dikenal dengan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan pendaftaran calon oleh masing masing partai politik peserta pemilu.
“Fokus kami mengatasi dan mencegah terjadinya pelanggaran di dua tahapan tersebut, khususnya potensi penggunaan data palsu terkait dengan proses pencalonan dan potensi pelanggaran yang lainya,” ungkap pria berkepala plontos ini.
Menurutnya kalau ada yang merasakan keberatan bisa melapor ke bawaslu. Tentu nama dan identitas dirahasiakan. Namun laporan tersebut harus ada saksi dan barang bukti.
“Ya, kalau ada yang merasa keberatan tentu ada yang melapor. Syaratnya WNI yang punya hak pilih, ada saksi yang melihat, dan ada barang bukti,” jelasnya.
Lebih jauh terkait pelanggaran pemilu, Kata Hartawan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terdapat 3 (tiga) jenis pelanggaran pemilu, yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif dan tindak pidana pemilu.
Pelanggaran kode etik kata hartawan pelanggaran etika penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
“Pelanggaran ini ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan putusannya berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap atau rehabilitasi,” ujarnya.
Pelanggaran administratif adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan tahapan pemilu. Pelanggaran administratif pemilu ditangani oleh Bawaslu.
“Putusannya berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan pemilu atau sanksi administratif lainnya sesuai undang-undang pemilu,” terangnya.
Sementara pelanggaran tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu serta undang-undang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu),” jelasnya.
Perkara tindak pidana pemilu diputus oleh pengadilan negeri, dan putusan ini dapat diajukan banding kepada pengadilan tinggi. “Putusan pengadilan tinggi adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain,” tandasnya. (ina/kb)