GIANYAR, Kilasbali.com – Sepeninggal I Ketut Sumadhi, posisi Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Gianyar, kini dipercayakan kepada Nyoman Alit Sutarya alias Alit Rama. Pemilihan pun berlangsung singkat secara aklamasi dalam sidang Perubahan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) Paripurna DPRD Gianyar, Rabu (16/11).
Proses penetapan Alit yang juga seorang advokat inipun berjalan tanpa hambatan. Baik di internal Fraksi PDIP maupun oleh fraksi lainnya. Hal ini cukup beralasan, karena posisi Ketua BK memang merupakan “jatah” Fraksi PDIP.
Sementara di internal Fraksi PDIP sejak awal kompak menunjuk politisi asal Sengguan Gianyar ini, karena dinilai paling tepat. Diantaranya latar belakang praktisi hukum, serta pengalaman memimpin berbagai organisasi.
“Iya selain ditugaskan oleh Partai, teman-teman di dewan juga sangat menerima dan mendukung Bapak Alit sebagai Ketua BK,” ungkap Ketua DPRD Gianyar, I Wayan Tagel Winarta usai sidang.
Alit Sutarya sendiri menyampaikan rasa hormatnya atas kepercayaan yang diberikan lembaga dewan tersebut. Dirinya mengaku tidak memiliki target muluk-muluk dalam memimpin BK.
“Tradisinya tetap kita laksanakan. Semisal ada permasalahan terkait indikasi pelanggaran etik, tentunya tahap penyelesaian secara dialogis dan fraksional kita budayakan,” ungkapnya.
Menurutnya, apa yang dilaksanakan BK DPRD Gianyar selama ini sudah sangat baik. Dimana jika ada permasalahan, lebih awal pendekatan secara dialogisnya diarahkan ke masing-masing fraksi. Sementa BK sendiri baru akan menindaklanjuti berdasarkan keputusan fraksi.
“Secara umum disiplin anggota dewan selama ini sangat baik. Dari segi absensi misalnya dapat dilihat dari pelaksanaan rapat-rapat ataupun sidang yang selalu dihadiri anggota. Kalaupun ada yang izin sakit ataupun upacara, akan ada konfirmasinya lebih awal,” terangnya lagi.
Ke depannya, pihaknya hanya bersifat menjaga dan tentunya meningkatkan kinerja BK. Salah satu hal yang patut ditingkatkannya adalah kedisiplinan pengenaan seragam anggota setiap agenda kegiatan.
Karena selama ini, sebutnya masih terlihat jomplang karena masih ada satu dua anggota yang hadir dengan seragam yang tidak tepat ataupun tidak sesuai arahan. Bahkan, pengertian pakaian PSR pun terkadang rancu.
“Kalau pengenaan pakaian adat mungkin sudah tak masalah, namun saat PSR kerap rancu. Jarang yang memakai Peci dan dasi. Padahal ini penting menunjukkan identitas anggota di kelembagaan. Ke depan kita akan tekankan ini,” harapnya.(ina/kb)