GianyarPeristiwa

Produksi Tembakau Gianyar Tak Dilirik Perusahaan Rokok

    GIANYAR, Kilasbali.com – Produksi Tembakau Gianyar kini tak lagi dilirik perusahaan rokok. Para petani di bumi seni ini pun pasrah, menyerah menerima kenyataan.

    Pantuan pada Minggu (12/9/2021), kondisi perkebunan tembakau di kawasan Pantai Er Jeruk, Sukawati, Gianyar, sangat memprihatinkan.

    Tanaman tembakau yang sempat tumbuh subur itu, kini sebagian besar layu karena terjadi pembusukan pada bagian akarnya.

    Menyusul kondisi lahan yang terlalu lembab akibat guyuran hujan dalam sepekan. Sementara sebagian lainnya, diserang hama seperti ulat dan serangga lainnya.

    Ni Kadek Sukarini (37), salah serang petani setempat mengaku pasrah. Dirinya sudah berulang kali menanam ulang, namun tetap saja gagal. Akhirnya terpaksa mencabuti tembakaunya yang layu.

    Baca Juga:  Simulasi Tanggap Bencana Gempa Megathrust di Gianyar

    Lahan juga dibiarkan  kosong karena  tidak ada lagi bibit yang tersedia. “Bibitnya juga susah pak, karena jumlah tanaman tembakau yang berbunga hingga berbiji, sangat terbatas,“ terangnya.

    Disebutkan, untuk 50 kg daun tembakau kering hanya dihargai Rp 150ribu. Dikatakannya dengan harga sebesar itu, bila dihitung dengan biaya produksi dan biaya lainnya, petani tembakau dipastikan merugi.

    Apalagi daun tembakau panennya hanya 50% saja yang bisa dijemur kering dan diproses potong.

    ‘’Satu-satunya harapan kami adalah tanaman cabe yang ditumpangsari. Namun, saat harga cabe yang menjanjikan, justru belum memasuki masa panen,” sesalnya.

    Kabid Pembibitan Dinas Pertanian dan Peternakan Gianyar, Gusti Nyoman Raka mengakui komoditas tembakau hingga kini masih terkonsentrasi di Kecamatan Sukawati.

    Baca Juga:  Seorang Lansia di Belumbang Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi

    Kata dia, luas tanamnya memang terus menyusut. “Sekarang yang masih menanam tembakau sekitar 368 hektar, di Sukawati,” ungkapnya.

    Luas tanam ini, sebutnya berkurang drastis sejak 5 tahun lalu yang hampir 600 hektar.  Selain alih fungsi lahan, kualitas komoditas tembakau ini juga  tidak laku di skala nasional.

    Dengan sisa luas tanam yang ada, kini hasil panennya untuk komoditas lokal, seperti pecanangan/nginang dan rokok lokal. Rokok lokal ini juga untuk rokok kebutuhan upacara.

    “Keluhan petani pada umumnya hasil panen tidak laku, sehingga dijual di pasar lokal saja,” jelasnya.

    Baca Juga:  Mulyadi-Ardika Janji Perkuat Sinergi Banjar Dinas dan Adat untuk Rawat Kerukunan Antarwarga

    Diakuinya, sebelum lima tahun, sebanyak 13 subak di Kecamatan Sukawati sangat bergairah menanam tembakau. Dulu, nilai ekonomis tembakau melebihi padi, sehingga bergairah.

    Saat ini, di masa tanam palawija petani mengisi dengan tembakau. Sedangkan dua kecamatan lain sebagai penghasil tembakau adalah Payangan dan Tegalalang.

    Sebelumnya luas tanam di Payangan sekitar 8 hektar, kini hanya 2 hektar saja. Dan di Tegalalang hanya 1 hektar, sedangkan sebelumya sampai 12 hektar. Khusus untuk panen tembakau di dua kecamatan ini, produksi hanya untuk lokal saja.

    “Produksi di dua kecamatan ini hanya untuk kebutuhan lokal dan sarana upacara agama saja,” pungkasnya. (ina/kb)

    Back to top button

    Berita ini dilindungi