DENPASAR, Kilasbali.com – Sebanyak 37 calon advokat mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang digelar oleh DPC Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Denpasar, Jumat (4/6/2021).
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia, (DPN Peradi SAI) Dr. Harry Ponto mengatakan, advokat tidak hanya harus pandai beradu argumentasi, akan tetapi juga dituntut memiliki kemampuan menulis yang baik. Permasalahannya, banyak lulusan hukum tidak bagus dalam menulis.
“Mungkin belum terlatih untuk menuangkan pikiran dalam tulisan. Salah satunya terkait surat menyurat. Jarang saya lihat surat betul-betul menggunakan kalimat yang baik dan benar. Nah ini tantangan kita ke depan, bahwa penugasan menulis harus semakin banyak,” katanya.
Sebagai orang yang kerap menerima lawyer baru, Harry Ponto mengaku tidak banyak yang mampu menulis dengan baik. “Ini tantangan yang mesti harus kita jawab. Mungkin penugasan menulis yang harus diperbanyak. Mestinya, ketika sudah masuk universitas dia mempunyai kemampuan menulis. Jadi tinggal dipertajam di bangku kuliah. Tapi sebelum itu harus lebih banyak berlatih,” ungkapanya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Dr. Putu Gede Arya Sumertha Yasa dalam sambutannnya menyampaikan kesiapannya dalam membantu asosiasi, karena hal tersebut merupakan suatu bentuk pengabdian (salah satu dari unsur tri dharma perguruan tinggi – red).
“Terkait tulis menulis, di fakultas kami saat ini wajib ada jurnal. Kalau dahulu belum ada jurnal, tetapi langsung skripsi. Tetapi sekarang wajib jurnal terlebih dahulu,” ujarnya.
Dikatakan, dalam jurnal tersebut mahasiswa benar-benar diperhatikan betul, apakah karyanya duplikat atau tidak, berapa persen kelayakan, dan setelah itu baru proses selanjutnya.
“Selain itu, kami telah mendidik dari awal bagaimana terkait debat, ikut lomba antar fakultas seluruh Indonesia, sehingga harapan ke depan setelah lulus, kemudian dipoles menjadi orang yang okey,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua DPC Denpasar Peradi SAI, I Wayan Purwita, SH, MH menyampaikan, kerja sama dengan Fakultas Hukum Univrtsitas Udayana untuk menggelar PKPA untuk kal keenam ini karena pihaknya dari awal sangat konsen dengan kualitas advokat yang bakal dihasilkan.
“Dari awal kami sudah komit bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana karena quality is our concern. Jadi kualitas yang utama, bukan kuantitas,” ujarnya.
Terkait sentilan Wakil Ketua DPN Peradi, Purwita menilai bahwa terdapat kemampuan linier antara menulis, membaca dan juga logika. Dia menuturkan, ketika merekrut lawyer baru dengan melakukan wawancara pengetahuan, hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
“Tetapi ketika rekrutmen melalui tes menulis, saya bisa melihat sistematikanya bagus, tata bahasanya bagus, cara bacanya bagus, sangat besar juga kemungkinan logikanya bagus. Sebenarnya jika mencari lawyer yang bagus suruh mereka menulis, kemudian membaca, itu bisa kita jadikan acuan,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Panitia Dr. Ni Wayan Umi Martina dalam laporannya menegaskan, komitmen Peradi Suara Advokat Suara Indonesia mencetak advokat yang bermoral, berintegritas, berkualitas, dan profesional.
“Jadi PKPA ini adalah langkah awal menjadi calon advokat. Setelah mengikuti pendidikan ini dan dinyatakan lulus, maka ada proses berikutnya yaitu Ujian Profesi Advokat (UPA). Tak berhenti sampai disitu, setelah lulus UPA dilanjutkan proses magang selama dua tahun, dilanjutkan pengambilan sumpah oleh Pengadilan Tinggi dan juga oleh organisasi profesi,” bebernya.
Perempuan yang akrab disapa Umi ini mengqtakan dari lima angkatan PKPA Peradi Suara Advokat Suara Indonesia yang mengikuti UPA kelulusannya rata-rata 90 persen. Sedangkan yang tidak lulus, kata dia karena tidak hadir. “Hanya teknis yang tidak lulus, jadi hampir 100 persen,” lanjut Umi.
Dia menambahkan, untuk PKPA ke-6 kali ini diikuti peserta sebanyak 37 orang. Terdiri dari 14 perempuan dan 23 peserta laki-laki. “Untuk angkatan ini perempuannya sedikit, akan tetapi dari kuota gender sudah memenuhinya, lebih dari 30 persen. Karena perempuan itu harus ada,” ungkapnya.
Lanjut dia, karena situasi pandemi maka PKPA dilakukan secara blended offline dan juga online. “Peserta bergilir datang. Yang belum mendapatkan tatap muka, maka mengikuti di hari berikutnya,” tandasnya. (rhm/jus/kb)