GIANYAR, Kilasbali.com – Pandemi Covid-19 yang menohok perekonomian masyarakat, rupanya menjadi momentum para kolektor benda pusaka untuk menambah koleksinya.
Sebab, dalam kondisi terjepit, benda pusaka seperti keris tetamian pun tidak tertutup kemungkian direlakan oleh ahli warisnya. Padahal, Keris tetamian ini merupakan simbol estapet pusak yang juga diyakini sebagai penjaga keturunan.
Tokoh Keris Bali, I Komang Sudiarta di Banjar Terbongkar, Desa Singakerta, Ubud, mengakui jika Benda pusaka dikhawatirkan menjadi komoditi untuk menghasilkan uang di tengah krisis ekonomi lantaran dampak pandemi Covid-19.
Namun pihaknya memastikan benda pusaka seperti keris di Bali masih dalam posisi nyaman. Karena sangat jarang pemilik keris warisan ini menjual keris pusaka leluhurnya.
“Syukurnya, di Bali sangat menyakinii jika keris tetamiang dijual, akan berdampak buruk terhadap pemilik keris, baik buruk secara sekala maupun niskala,” ungkapnya, Rabu (17/2/2021).
Diakui, para kolektor keris di Nusantara juga merasakan dampak krisis ekonomi ini, sehingga mereka berhitung untuk menambah koleksinya.
Syukurnya lagi, meskipun dalam masa sulit ini, belum ditemukan adanya masyarakat yang menjual keris tetamiang untuk bertahan hidup.
“Dunia perkerisan masih aman. Meskipun banyak yang saat ini menjual keris, dipastikan bukan keris pusaka leluhur,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, kolektor ratusan keris ini mewanti masyarakat agar tidak menjual keris tetamian.
Sebab, kata dia, hal tersebut justru berdampak buruk. Kalau ingin jual keris untuk bertahan hidup di tengah krisis, keris itu dipastikan bukan benda pusaka.
“Saya sering menangani dampak buruk yang dialami warga akibat menjual keris jenis ini. Karena terdapat roh yang bersemayam dalam keris tersebut dan roh tersebut telah melekat pada rumah itu dan memberikan vibrasi positif, begitu juga sebaliknya,” ujar Sudiarta yang juga penekun spiritual ini. (ina/kb)