DENPASAR, Kilasbali.com – Kawasan Jalan Gajah Mada merupakan pusat perniagaan di kota Denpasar. Pusat perniagaan di kota Denpasar ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan orang Tionghoa yang mulai berniaga sekitar tahun 1920-an.
Salah seorang tokoh Tionghoa Sujadi Prasetyo (Tio Sing Khoei), 87, warga Jalan Kartini Denpasar menuturkan, kedatangan warga Tionghoa ke Denpasar sekitar tahun 1920-an.
“Saya datang bersama ayah saya dari Lombok. Di Denpasar belum berkembang betul, masih ada alang-alang. Di Jalan Gajah Mada kebanyakan orang Tionghoa dari suku Kong Fu yang berprofesi sebagai tukang seperti tukang sepatu, tukang kayu, dan tukang gigi, baru kemudian ada palen-palen, ” jelasnya disela-sela perayaanTahun Baru Imlek, Jumat (12/9/2021).
Menurutnya, perekonomian lebih dahulu berkembang di Kuta. Hasil bumi di Bali turun dan naik di Kuta. Setelah di sana berkembang baru pindah ke kawasan Gajah Mada Denpasar.
“Waktu pindah kesini itu, orang tua saya kerja hasil bumi. Semua hasil bumi,” sebutnya.
Sekitar tahun 1920-an orang Tionghoa mulai berniaga di Denpasar, kebanyakan dari suku Kong Fu, suku Kek, dan suku Hokian.
Terkait perayaan Tahun Baru Imlek, Sujadi mengatakan perayaan ini baru bisa dilakukan di era pemerintahan Presiden Gusdur.
“Namun Kegiatan sekarang ini mau tidak mau terbatas karena pandemi covid-19,” ungkapnya.
Ia menambahkan, generasi muda sekarang harus tetap bisa menjaga tradisi dari leluhur.
“Sebab adat istiadat, agama, dan lain-lain terpaksa terpengaruh. Seperti anak-anak sekarang ini, kalau tidak diarak kan tidak tahu leluhurnya bagaimana, adat istiadatnya. Karena ada yang tua-tua itu tetap bertahan,” imbuhnya.
Sementara untuk menata kawasan Gajah Mada agar kembali ramai, menurutnya salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan parkir kendaraan.(sgt/kb)