JembranaSosial

Bertahan di Tengah Pandemi, Artana Tetap Produktif

    JEMBRANA, Kilasbali.com – Pandemi Covid-19 yang mewabah sejak sembilan bulan lalu, selain berdampak diberbagai sektor kehidupan, juga menyebabkan berbagai keterbatasan. Seiring dengan diberlakukannya adaptasi kebiasaan baru, produktiftas masyarakat juga semakin meningkat. Termasuk juga kalangan difabel.

    Di tengah keterbatasan fisik, mereka tidak putus asa dan tetap semangat juga optimis untuk tetap produktif. Seperti salah seorang penyandang disabilitas Wayan Artana (54) yang kini tetap produktif untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Walau mengalami kelumpuhan sejak 20 tahun lalu, warga Banjar Munduk Anggrek, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo ini tampak masih semangat mengayam bambu untuk dibuat barang kerajinan di rumahnya masih semangat mengayam bambu untuk barang kerajinan di rumahnya.

    Tuntutan ekonomi dan kebutuhan hidup membuatnya bangkit, terlebih ditengah situasi situasi sulit akibat pandemi saat ini. Ayah tiga anak ini menuturkan dirinya sempat merasa terpuruk dan berfikir hidupnya akan berakhir.

    Baca Juga:  Amman Mineral Men’s World Tennis Championship 2024, ‘Sport Tourism’ Bangkit di Bali

    Rasa putus asa itu dirasakannya diawal saat kakinya mulai tidak bisa digerakkan dengan secara normal. “Sempat juga down. Tapi karena melihat anak-anak masih kecil jadi saya harus bangkit. Apa yang bisa saya lakukan. Tidak mungkin saya tiap hari bengong,” tuturnya.

    Suami I Made Antarini ini pun memotivasi diri dan berusaha untuk bangkit dari keputusasaan yang ia alami. Akhirnya secara otodidak Artana belajar membuat anyaman dari bambu untuk menghasilkan kurungan ayam, besek maupun kranjang banten.

    Awalnya hasil karyanya dipasarkan oleh istrinya. Namun seiring semakin dikenal produknya oleh masyarakat, ia sempat melayani pesanan dari pengepul. Namun situasi pandemi Covid-19 juga dirasakan berdampak pada usahanya tersebut. Pandemi berdampak juga terhadap permintaan produk-produk anyaman yang menurun.

    Baca Juga:  Bertemu Presiden Zanzibar, Dewa Jack Jelaskan Keunikan dan Kearifan Lokal Bali

    “Ya lama-lama ada pengepul yang datang. Beberapa tahun bisa jalan. Namun belakangan ini agak seret,” ungkapnya. Pandemi juga berdampak pada pemasaran dan orderan kerajinan anyaman bambu.

    Biasanya pengepul rutin datang dan memesan produknya namun sejak pandemi menurutnya pesanan sangat jauh berkurang. Ia pun mengaku berusaha bertahan ditengah dampak covid-19 yang melanda sejak Maret lalu.

    “Di pohon satu lonjor bambu Rp 10 ribu. Namun harus nyari tenaga lagi untuk nebang dan angkut. Ya kadang modal kami kurang. Untuk kehidupan sehari-hari juga sudaah pas-pasan. Apalagi anak lelakinya juga terdampak Covid-19 dan kini menjadi buruh. Kalau anak perempuan dua sudah menikah,” jelasnya.

    Baca Juga:  Presiden Jokowi Sambut Delegasi IAF II dan HLF MSP dalam Welcoming Dinner

    Lantaran kehabisan modal usaha karena bahan baku bambu harus dibeli, ia mengaku kini hanya bisa bertahan dan membuat anyaman semampunya. “Jika ada modal beli bambu baru saya kerja. Dan dikumpulin semoga nanti ada pengepul datang. Kami berharap pandemi segera berlalu sehingga semua sektor usaha bisa kembali normal,” harapnya.

    Ia pun mengaku sudah pasrah dengan sakit yang dideritanya, Kendati sejak pertama sakit sudah berusaha melakukan berbagai macam pengobatan namun ia mengaku tidak ada hasil dan kakinya masih lemah. (jus/kb)

    Back to top button