GIANYAR, Kilasbali.com – Pengerajin di sentra kerajinan bambu, Desa Belega, Blahbatuh, rupanya harus terus berinovasi untuk bisa bertahan di pandemi Covid-19 ini. Dari produksi awal berupa peralatan furniture yang beralih ke bangunan gazebo dan tetaring, kini terpaksa berinovasi lagi dengan memanfaatkan momentum musim layangan. Yakni dengan menjual bilah bambu untuk bahan dasar kerangka layangan hingga pembuatan layangan jadi.
Salah satu pengrajin bambu, I Wayan Sukarma mengatakan, adanya pandemi ini membuat pesanan gazebo (balai bengong dari bambu) langsung terhenti. Bahkan sejumlah pesanan ekspor gazebo yang sudah selesai digarap terpaksa digudangkan karena tidak bisa dikirim karena negara tujuan ekspor.
Menyiasati kelesuan ekspor, hampir semua pekerja kerajinan bambu menjual bilah bambu sebagai bahan layang-layang. Bambu yang digunakan adalah bambu petung ukuran besar dan yang sudah tua.
“Karena sepi pesanan gazebo, kami terpaksa memanfaatkan peluang menjual bilah bambu untuk bahan layangan. Beberapa rekan kami juga ada yang langsung menjual aangan jadi lengkap dengan gambar-gambarnya,” ungkap Sukarma.
Disebutkan, bambu didatangkan dari Kabupaten Tabanan dan dijual dengan berbagai variasi panjang. Harganya pun beragam, mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu per bilah.
“Mestinya bambu tersebut untuk bahan gazebo, namun karena dijual bilahan permintaan banyak, maka dijual saja. Selain menjual bilahan bambu. Saya juga mulai menerima pesanan layang-layang jenis celepuk dan be-bean dari kabupaten lain,” tuturnya.
Tidak hanya itu, beberapa pengrajin juga disebutkan terpaksa mengolah bambu ini menjadi katik sate untuk upacara, namun permintaan kini juga melesu. Dikarenakan, upacara yadnya sangat menurun penyelenggaraannya, sampai jualan katik sate juga mengalami kelesuan.
“Intinya, kami memanfaatkan situasi, kebetulan musim layangan, kami beralih profesi sementara,” jelasnya.
Perbekel Belega, Ketut Trisnu Jaya mengapresiasi warganya yang bisa mendulang rupiah di masa pandemi. Dikatakannya ada sekitar 75 pekerja bambu untuk gazebo dipulangkan, sehingga kini beralih menjual bilah bambu dan layangan.
“Pekerja gazebo bambu ada yang kerja di NTT, Lombok dan sekitar Bali, semua dipulangkan, sehingga beralih membuat layangan,” jelas Trisnu Jaya. Dengan mengambil peluang yang ada, sehingga mampu menghidupi keluarga.
Diakuinya, ekspor kerajinan bambu Belega saat ini ada pada titik nol. “Ekspor kerajinan bambu sudah mati suri, hampir semua eksportir merumahkan karyawannya,” beber Trisnu Jaya.
Walau demikian, warganya bisa mengambil peluang, sehingga tidak menganggur sama sekali. Dikatakannya lagi Desa Belega yang sampai saat ini zero kasus Covid-19, seluruh elemen bersatu melakukan protokol kesehatan. (ina/kb)