DENPASAR, Kilasbali.com – Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan tentang Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Angkutan pada Pangkalan di Kawasan Tertentu, Jumat (14/2/2020). Di mana pengumuman itu berlangsung di Halaman Kantor Gubernur Bali di Renon, Denpasar.
Pergub ini dibuat agar dapat mengurangi bahkan meniadakan konflik antara angkutan umum yang beroperasi di pangkalan (berbasis pangkalan) dengan angkutan non trayek lainnya termasuk angkutan sewa khusus berbasis daring.
Peraturan Gubernur ini juga diharapkan menjadi pedoman bagi Pemerintah Provinsi Bali untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian, serta mengikut sertakan masyarakat dalam tata kelola layanan angkutan pada kawasan-kawasan tertentu dan kawasan wisata.
Peraturan Gubernur ini mengatur beberapa hal, antara lain jenis dan persyaratan pangkalan, pangkalan yang dikelola oleh otoria, seperti bandar udara dan pelabuhan, pangkalan yang dikelola oleh badan pengelola kawasan pariwisata dan, pangkalan yang dikelola oleh badan usaha, termasuk Perseroan Terbatas (PT), koperasi, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA).
Selain itu, kendaraan dan pengemudi kendaraan angkutan yang digunakan pada pangkalan di kawasan tertentu, wajib melengkapi perizinan angkutan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, pengemudi angkutan yang berpangkalan di kawasan pariwisata wajib memiliki sertifikat pengemudi Angkutan Wisata Bali, sehat fisik, jasmani, dan rohani.
Pengemudi juga harus memiliki kemampuan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Bali yang baik dan benar, memiliki kemampuan pemahaman daerah tujuan wisata, dan menggunakan pakaian busana adat Bali dalam operasional sehari-hari dan sesuai ketentuan keselamatan berkendara.
Tak hanya itu, Pergub ini juga memberikan sanksi administrative bagi pengelola yang melanggar ketentuan dikenakan sanksi administratif. Berupa teguran tertulis, pencabutan sementara izin pengelolaan pangkalan, pencabutan izin pengelolaan pangkalan dan denda aministratif.
“Ini kan ada di kawasan tertentu. Jadi ini basisnya berada di Desa Adat yang kemudian disitu mereka akan direkrut dan dijadikan dalam satu wadah kopreasi atau organisasi yang lainnya. Dan mereka memang sudah bergabung dalam sebuah koperasi. Sehingga dengan demikian, mereka memiliki kepastian untuk menjalankan aktifitas usahanya. Jadi masing-masing dapat tempat berbasis pangkalan dapat tempat, begitu juga yang berbasis aplikasi. Jadi mereka masing-masing mendapatkan tempat,” jelasnya.
Menurutnya, para pengemudi konvensional ini masing-masing sudah memiliki kawasan. Sehingga dengan Pergub ini, maka keberadaan mereka tidak bisa lagi diganggu. “Pengawasannya nanti, ya tentu akan menjadi kewenangan Dinas Perhubungan,” ujarnya.
Sementara terkait materi dari Pergub ini, kata dia, semuanya berasal dari perwakilan para pengemudi ini. Namun di kordinir oleh Dinas Perhubungan karena dinas ini yang paham terkait regulasinya.
“Jadi pergub ini untuk mengatur bahwa di wilayah ini sudah diisi dengan pengemudi konvensional. Jadi masing-masing punya tempat,” ungkapnya. (jus/kb)