DENPASAR, Kilasbali.con – Pada pementasan yang berlangsung di Kalangan Ayodya Taman Budaya Denpasar, Senin (17/6/2019), Sekaa Drama Gong Gita Semara Jaya menyajikan garapan bertajuk Raden Bayu Pramana. “Konsep drama tetap istana sentris, dimana konflik-konflik kepentingan di istana atau kerajaan itu jelas,” tutur pembina Sekaa Drama Gong Gita Semara Jaya, Kota Denpasar, I Made Gede Kariasa.
Dalam garapan ini ia ingin menyampaikan sebuah amanat bahwa kekuasaan sejatinya adalah sebuah amanah bukan hanya karena terpilih maupun niat semata. Garapan ‘Raden Bayu Pramana’ sendiri mengisahkan bagaimana sosok anak raja yakni Raden Bayu Pramana membentuk dirinya menjadi seorang pemimpin yang berdedikasi dan penuh semangat. Cerita Raden Bayu Pramana tetaplah bernafaskan cerita panji yang dikolaborasikan dengan pakem modern.
“Kalau kita saklek penonton yang akan menjauh, jadi ditambahkan unsur tata rias dan lawakan yang mampu dinikmati masyarakat era dulu dan kini,” terang Kariasa sembari memainkan jarinya.
Dinas Kebudayaan yang mengeluarkan persyaratan bahwa pemain berusia maksimal 35 tahun menjadi sebuah kendala tersendiri bagi Kariasa. “Susah mencari kader, pakemnya bisa saja dipelajari tapi untuk menghidupkan dialog itulah yang sulit,” keluhnya.
Sejumlah 16 pemain dan 30-an jumlah penabuh memakan waktu berlatih selama dua bulan. Sementara itu, pelatih tabuh drama gong Duta Kota Denpasar, yakni I Made Sumara mengaku perlu ruang pentas yang lebih banyak sebagai sarana berlatih. “Drama gong ini punya kita, jadi perlu upaya penuh untuk melestarikannya,” terang Sumara yang pernah bergabung dalam penabuh Sekaa Drama Gong Bara Budaya yang populer pada tahun 1980-an.
Pengalamanlah yang memanggil Sumara untuk membina anak-anak muda dalam tabuh drama gong. “Gending-gending drama gong itu mudah diingat, paling lima kali pertemuan sudah bisa, tetapi nyari angsel-nya ini yang sulit,” jelas Sumara.
Pukul 19.30 wita, Kalangan Ayodya telah sesak dipenuhi para penonton yang ingin bernostalgia menyaksikkan drama gong. Berbagai kalangan rela berdesak-desakkan untuk menyaksikan drama gong ini. Setiap tahunnya, PKB memang rutin memasukkan drama gong sebagai agenda parade.
Sayangnya, untuk mengembangkan diri dan mencari pelestari drama gong butuh PKB-PKB lainnya agar drama gong tak hanya dapat merindukan figur lama, namun dapat menemukan figur-figur lama dalam wajah-wajah baru. (jus/kb)