TABANAN, Kilasbali.com-Pementasan calonarang yang digelar oleh Pasraman Cakra Ca Buana, berbeda dengan pementasan calon arang yang pernah ada selama ini, dimana pada pementasan calonarang tersebut Watangan dibakar, rabu (25/4/2018) dini hari. Pementasan calonarang tersebut merupakan baru pertama kali digelar di Bali, dan sangat berbahaya untuk dilakukan. Ribuan penonton yang penasaran datang untuk menyaksikan pementasan calon arang tersebut, tidak hanya dari Tabanan namun penonton datang dari seluruh Bali.
Pementasan calonarang yang digelar oleh Pasraman Cakra Ca Buana ini digelar du Banjar Temuku Aya, Desa Tangguntiti, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Dari pantauan di lapangan, ribuan penonton yang datang dari seluruh Bali ini sudah menyesaki areal pementasan, bahkan kemacetan terjadi di jalan menuju tempat pementasan dilakukan.
Guru Pasraman Cakra Ca Buana, I Bagus Putu Budi Adnya menuturkan bahwa pementasan calonarang ini dilakukan serangkaian HUT Pasraman Cakra Ca Buana yang ke 10. Terlebih pasraman yang awalnya mempelajari ilmu pengobatan tradisional ini sejak empat tahun terakhir memiliki sanggar seni yang diikuti oleh ratusan sisyanya. Ditegaskan, meskipun adanya calonarang watangan mebakar ini mengundang rasa penasaran masyarakat, pementasan calonarang tersebut adalah penampilan seni dari orang-orang yang berkesenian bukan ajang adu kawisesan atau kekuatan, dan bukan ajang pamer kesaktian. “Kami seniman kecil yang ingin memberikan penampilan seni yang bisa menghibur masyarakat, bukan ajang adu kawisesan,” tegasnya.
Ia menjelaskan jika dalam watangan mebakar itu ada Tattwa Ajian Geni Astra yang memang dipelajari di pasraman. Dimana Tattwa Ajian Geni Astra tersebut adalah pengelukatan bagi orang yang sakit dengan media api. Disamping itu, dipilihnya media api karena melihat kehidupan saat ini yang panas, namun apabila seseorang bisa mensyukuri kehidupannya maka orang itu akan bahagia. Sama seperti pihaknya yang ingin melihat masyarakat bahagia menyaksikan pementasan calonarang tersebut. Sedangkan yang menjadi watangan sendiri adalah salah seorang sisyanya yang bernama I Ketut Suwitna asal Banjar Jakatebel, Desa Tangguntiti, Kecamatan Selemadeg Timur.
Pemeran Watangan, I Ketut Suwitna, ditemui sebelum pementasan calon arang dimulai mengatakan, ini baru pertama kali dirinya menjadi Watangan. Dimana ide Watangan dibakar tersebut muncul dari dirinya sendiri, dimana pihaknya melihat pementasan calonarang selama ini cuma seperti itu saja, kemudian dirinya punya ide dan juga sebuah cita-cita dari beberapa tahun lalu agar ada watangan yang dibakar. Dimana apa yang menjadi ide darinya tersebut kemudian didukung oleh keluarga Pasraman. ” Yang menjadi ide Watangan dibakar adalah muncul dari saya sendiri. Dimana saya melihat pementasan calonarang dari dulu sepertu itu-itu aja, dan dari dulu saya bercita-cita agar ada watangan yang dibakar, kemudian ide saya didukung oleh Pasaraman dan menjadi kebanggan bagi saya kalau ini sukses,” jelasnya.
Terkait persiapan yang dilakukan sebelum pementasan yang dilakukan, dirinya dari tiga bulan yang lalu mulai mempelajari ajaran Tattwa Ajian Geni Astra, ajaran kewisesaan untuk menaklukan api. Sedangkan untuk prakteknya sendiri dilakukan mulai tiga minggu belakangan, dimana pada saat latihan pertama seluruh badannya ditumpahin dengan bensin kemudian dibakar selama 10 menit, pada saat latihan pertama tersebut dirinya sama sekali tidak merasakan panas malah badannya terasa dingin. Kemudian latihan selanjutnya durasinya diperpendek dari durasi awal latihan dengan berbagai pertimbangan dari keluaega besar Pasraman serta permintaan dari aparat Kepolisian agar pada saat pementasan waktunya tidak terlalu lama karena apa yang dilakukan tersebut sangat ekstrim dan berbahaya. ” Pada saat latihan awal durasinya sampai 10 menit, dan saya sama sekali tidak merasakan malah badan saya terasa dingin,” ungkapnya.
Terkait apakah pernah gagal pada saat latihan, Ketut Suwitna mengatakan pernah gagal bahkan sampai tiga kali. Namun gagal yang dimaksud tidak fatal, cuma terbakar terkena panas besi yang menjadi tempat pembakaran. Dimana pada saat selesai dibakar, dirinya dibangunkan pada saat dirinya sadar dan mau bangun tangannya tersentuh besi panas tersebut, tapi terkena panas bukan pada saat proses pembakaran namun pada saat selesai pembakaran. ” Pernah gagal, dan bahkan tangan saya sempat terbakar, namun bukan pada saat proses pembakaran terjadi, namun pada saat selesai, dimana pada saat saya tersadar dan bangun tangan saya bersentuhan dengan besi yang panas yang menjadi alas tempat pembakaran,” jelasnya.
Terkait gangguan secara niskala yang terjadi sebelum pementasan dilakukan, pihaknya mengatakan selama ini tidak ada gangguan yang serius. Namun getaran-getaran energi pada badannya ada namun semuanya bisa diantisipasi dengan sembahyang. Sedangkan perasaan was-was menjelang pementasan juga tidak ada, dirinya tetap yakin dan pasrah kepada tuhan. Namun menurut dirinya pementasan tersebut memiliki makna bagaimana sebenarnya menaklukan panasnya dunia kehidupan ini. ” Gak ada perasaan was-was. Kalau nanti ini sukses tidak bakal membuat saya menjadi sombong, tapi sebenarnya api ini menggambarkan kehidupan, bagaimana panasnya kehidupan ini dan bagaimana cara kita menaklukan panasnya kehidupuan ini,” pungkasnya.
Pementasan calonarang tersebut berjalan sesuai pementasan calon arang seperti biasa, dimana yang membedakan adalah Watangan pada calonarang ini dibakar. Dimana semua prosesi dilakukan mulai dari pukul 19.00 wita, dengan menampilkan beberapa tarian sakral dan bondres.
Dimana sebelun Watangan dibakar, terlebih dahulu Watangan tersebut diarak di perempatan Banjar, setelah itu dibawa ke tempat pementasan calonarang. Dimana ribuan penonton yang sudah memadati tempat pementasan tidak sabar untuk menunggu pertunjukan tersebut. Dimana sebelum Watangan dibakar prosesi upacara dilakukan seperti biasanya. Setelah itu Watangan disiram dengan minyak kemudian dibakar. Pada saat prosesi pembakaran Watangan dimulai penonton sempat ricuh karena saling berdesakan ingin mengabadikan dan menyaksikan momen spektakuler dan extrim tersebut. Dimana proses pembakaran Watangan tersebut berlangsung selama kurang lebih 4 menit, dan prosesi berjalan dengan lancar dan aman.
Ditemui usai pementasan, I Ketut Suwitna mengatakan semua berjalan normal, cuma tangan kirinya yang terasa panas, dimana pada saat mulai pembakaran dirinya merasakan tangan kirinya panas seperti terbakar, namun kondisinya tetap normal. Menurutnya panasnya tersebut terasa cuma beberapa detik saja, namun setelah diyakina semuanya hilang. Apa yang kita persembahkan kepada penonton, semua sudah berjalan lancar dan penonton sudah merasa puas. ” Intinya kita harus yakin, jadi apapun yang kita lakukan pada kehidupan ini harus yakin, kalau sudah yakin pasti sukses,” ungkapnya.
Sementara itu Guru Pasraman Cakra Ca Buana, I Bagus Putu Budi Adnya, berharap kepada generasi muda agar tetap memajukan seni budaya bali ini, dirinya dalam hal ini tidak pamer kewisesaan, namun apa yang ditunjukan hari ini merupakan sebuah pelestarian seni, dan apa yang ditunjukan dirinya yakin 50 persen kewisesaan dan 50 persennya lagi sebuah kreatifitas seni pertunjukan dari Pasraman Cakra Ca Buana. ” Semoga anak-anak Bali kedepan dari pihak pemerintah bali pro terhadap seniman kecil yang ada di Bali. Menurutnya hari sebuah rekor Muri bagi pementasan calonarang, dan dengan pertunjukan hari ini menghidupkan kembali pamor calonarang yang ada di Bali,” ungkapnya. (*KB).